Perkebunan Kopi Terancam Alih Fungsi Menjadi Perkebunan Karet
-Lebih menjanjikan-
MUARAENIM, BeritAnda
- Keberadaan areal perkebunan kopi di Kabupaten Muaraenim
perlahan-lahan mulai terancam. Pasalnya, saat ini banyak petani yang
lebih memilih tanaman karet karena di nilai lebih menjanjikan.
Kepala
Dinas Perkebunan Kabupaten Muaraenim Ir. Maryana melalui staf
Pengelolaan Data Statistik Perkebunan, Rizal Arika Jakfar mengatakan,
untuk Kabupaten Muaraenim kawasan utama peruntukan kebun kopi berada di
tiga kecamatan. Masing-masing, Semende Darat Laut (SDL), Semende Darat
Tengah (SDT) dan Semende Darat Ulu (SDU).
“Namun
demikian, daerah lain seperti Kecamatan Tanjung Agung juga banyak
menghasilkan produksinya untuk komoditas ini,” ujar Rizal di ruang
kerjanya, Senin (24/10/2011).
Rizal
mengungkapkan, hingga semester II tahun 2010 tercatat luas areal kebun
kopi di kecamatan SDL mencapai 10.359 hektar. Terdiri dari 1.347 tanaman
belum menghasilkan (TBM), 8.541 tanaman menghasilkan TM dan 498 tanaman
rusak (TR)/tanaman tidak menghasilkan (TTM).
Dimana
dari jumlah ini total produktivitas sebanyak 11.068 ton dan jumlah
petani 5327 orang. Untuk Kecamatan SDT luas areal 2.543 hektar. Terdiri
dari 331 TBM, 2090 TM dan 122 TR/TTM. Dalam hal ini jumlah produksi
sebanyak 2.717 dari 1932 petani.
Dan,
untuk SDU luas kebun sekitar 2.589 hektar dengan 337 TBM, 2.140 TM dan
112 TR/TTM. Untuk tingkat produktivitas sebanyak 2.780 dengan 1436
petani. Sedangkan untuk total produksi kopi di Kabupaten Muaraenim
secara keseluruhan mencapai 25.125 dengan jumlah petani sebanyak 15.229
orang.
“Secara estiminasi setiap 1 hektar kebun kopi ini, mampu menghasilkan sekitar 1.3 ton beras kopi (biji kopi),” terang Rizal.
Namun,
kata Rizal, keberadaan kebun kopi, khususnya di wilayah peruntukan ini
secara perlahan mulai terancam. Sebab, setiap tahun areal perkebunan
karet milik rakyat terus bertambah.
Terlihat,
pada 2009 luas kebun karet di wilayah SDL 469 hektar meningkat
signifikan menjadi 864 hektar. Dimana jumlah produksi naik menjadi 1.581
ton dari sebelumnya yang hanya 864 ton. Begitupula di wilayah lain
seperti Tanjung Agung luas kebun karet meningkat dari 10.475 hektar
menjadi 10.675 hektar. “Selain itu, para petani juga melakukan
diversifikasi (penganekaragaaman) kebun kopi dengan tanaman kakau
(coklat),” papar Rizal
Rizal
mengungkapkan, berkurangnya jumlah perkebunan kopi secara praktis turut
membuat produktivitas berkurang. Padahal, kopi merupakan salah satu
komoditas unggulan di Kabupaten Muaraenim. Namun demikian, pemerintah
daerah tidak bisa menghalangi pilihan petani terhadap komoditas yang
akan di kembangkannya.
“Saat
ini, animo masyarakat terhadap tanaman karet memang cukup tinggi.
Kemudahan dalam menjual dan harga yang cukup stabil disinyalir menjadi
alasan utama dalam mempengaruhi minat petani terhadap tanaman karet,”
ucap dia.
Kepala
Sub Bagian (Kasubag) Perencanaan Perkebunan, Herman menambahkan untuk
meningkatkan minat petani terhadap kopi, pemerintah telah melakukan
berbagai upaya. Misalnya dengan memberikan bantuan sarana seperti mesin
giling kopi, gudang penyimpanan ataupun bibit.
“Pada
tahun ini, kita telah memberikan bantuan satu unit mesin giling kopi
dan gudang bagi petani kopi di SDL. Direncanakan pada tahun depan kita
akan memberikan bantuan bibit,” ungkap Herman.
Terpisah
salah satu petani karet di Muaraenim Andi (37), menuturkan bahwa
dirinya lebih memilih tanaman karet karena harga jualnya yang lebih
tinggi. Tak hanya itu, dari segi produktivitas, tanaman karet juga di
nilai lebih unggul karena dapat di sadap setiap hari.
“Saya menyadap
karet setiap hari. Hasil getahnya saya kumpulkan di pinggir jalan.
Biasanya, pembeli yang akan datang langsung ke tempat saya pakai truk,”
ucap dia. (Mesak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar