Selasa, 13 Desember 2011

VARIETAS UNGGUL KOPI ROBUSTA
ANDUNGSARI 1
Dewasa ini kendala utama pengembangan kopi arabika di Indonesia adalah serangan penyakit karat daun yang disebabkan jamur Hemileia vastatrix B. et. Br. (HV), serta nematode parasit Radopholus similis Cobb. Untuk menekan tingkat kerusakan akibat serangan jamur tersebut kopi arabika dianjurkan ditanam di atas 700 m dpl. Ketinggian 700 m merupakan batas ketinggian minimum yang masih dapat menghasilkan biji kopi bermutu  baik. Kopi arabika yang tahan terhadap serangan penyakit karat daun telah berhasil diperoleh, tetapi yang tahan terhadap nematoda R. similis hingga saat  ini belum ditemukan.
Varietas Kartika 1 dan Kartika 2 merupakan dua varietas anjuran yang relatif tahan penyakit karat daun, meski akhir-akhir ini ketahanannya mulai berubah menjadi agak rentan, terutama apabila ditanam pada ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Diduga pada saat ini telah muncul ras baru HV yang mematahkan sifat ketahanannya. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya kemerosotan produksi kopi arabika Indonesia di masa mendatang, perlu segera ditemukan varietas baru yang lebih tahan penyakit karat daun. Dengan ditemukannya varietas yang tahan penyakit karat daun pengendalian dapat dilakukan lebih ekonomis serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang merugikan.
Kegiatan seleksi kopi arabika telah berhasil menemukan varietas anjuran baru, yaitu Andungsari 1, yang selain memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap HV, juga memiliki mutu biji baik. Di bawah ini diuraikan asal-usul varietas Andungsari 1, proses seleksi serta hasil analisis yang mendukung dipilihnya varietas tersebut sebagai anjuran baru kopi arabika di Indonesia.
Potensi Unggulan
Varietas Andungsari 1 memiliki mutu citarasa dan fisik yang baik. Bentuk bijinya lonjong dan agak besar sehingga potensial untuk dipasarkan ke segmen spesialti. Selain itu Andungsari 1 memiliki potensi produktivitas yang tinggi  (2 ton kopi pasar/ha/tahun) dan toleran terhadap penyakit karat daun.
Diskripsi Varietas
1.                  Tipe pertumbuhan
Katai, tajuk sedikit melebar dengan diameter + 145 cm (apabila tanaman dipangkas dengan sistem batang tunggal).
2.                  Tinggi tanaman
Saat berbuah pertama (TM- I): +  120 cm apabila ditanam di lahan ketinggian > 1.000 m dpl., dan 175,0 cm apabila ditanam di lahan ketinggian > 1.000 m dpl., dan 175,0 cm apabila ditanam di lahan ketinggian < 1.000 m dpl.
3.                  Percabangan
Mendatar, tegak lurus batang utama, agak lentur, panjang cabang primer + 40 cm, panjang ruas produktif + 6 cm.
4.                  Warna daun
Daun tua berwarna hijau tua gelap, daun muda berwarna hijau muda.
5.                  Bentuk dan helaian daun
Bentuk daun oval agak memanjang, ujung meruncing  dengan ukuran daun lebih besar daripada Kartika 1 dan Kartika 2. Helaian daun agak tipis dan lemas degan tepi daun bergelombang tegas. Arah duduk daun pada ranting tegak ke atas.
6.                  Bunga
Jumlah bunga per ruas 7-18, jumlah dompolan bunga per cabang 8-13.
7.                  Buah
Jumlah ruas produksi per cabang + 11, jumlah buah per ruas + 10, dan berat 100 buah masak merah segar 114 g. Buah muda berwarna hijau, buah masak berwarna merah hati. Bentuk buah bulat memanjag, diskus kecil, tanpa perhiasan buah.
8.                  Biji
Ukuran biji agak kecil 100 butir kopi pasar + 16 g. Rendemen + 15 %, biji normal + 80%, biji gajah + 1%, biji bulat + 6%, biji triase + 7%, dan biji hampa + 5%.
Kembali ke atas
Sejarah/asal usul Varietas
Varietas Andungsari 1 merupakan nama yang diberikan kepada genotipe dengan nomor seleksi BP 426 A. Varietas tersebut merupakan salah satu hasil seleksi pohon induk dari populasi varietas  Catimor yang diintroduksi dari Kolumbia, tetapi tidak diketahui secara pasti riwayat genetiknya. Populasi tersebut ditanam di Kebun Blawan (PTPN XII), Afdeling Kali Gedang pada awal tahun 1985. Keragaman antar individu pada populasi tersebut sangat nyata, baik habitus, ketahanan terhadap HV, maupun pembuahannya. Benih penyusun populasi tersebut diterima dari Bapak Ir. Oetomo Haiohoedojo (Ong Tjing Kie), yang pada waktu itu menjabat sebagai Dewan Komisaris PTP XXVI, dan pada tahun 1970-an pernah menjabat sebagai Diretur Utama PTP XXIII.
Pada saat pembuahan pertama dan kedua (1987/1988) dilakukan seleksi terhadap sifat daya hasil dan ketahanan terhadap penyakit karat dan. Berdasarkan seleksi tersebut terpilih 3 nomor seleksi yang diberi nomor seleksi Bp 425 A, BP 426 A dan BP 427 A. Menilik perbedaan sifat morfologi dan sifat-sifat agronomi lainnya yang berbeda dari populasi catimor keturunan HW 26 (Kartika 1 dan Kartika 2), diduga BP 426 A merupakan keturunan Catimor H-440 dengan induk persilangan Caturra Vermelho (CIFC 19/1) x Hibrido de Timor CIFC 1343/269. Catimor keturunan H-440 ini banyak ditanam sebagai varietas praktek di Kolumbia.
Benih yang berasal dari setiap nomor seleksi tersebut dipanen  secara terpisah dan diuji bersama nomor seleksi lain. Untuk menentukan bahwa suatu genotipe  hasil seleksi dinyatakan unggul, dilakukan pengujian terhadap sifat daya hasil, mutu fisik biji, dan ketahanan terahdap HV di beberapa kondisi yang berbeda ketinggian tempat serta tipe iklimnya. Pengujian ketahanan terhadap penyakit karat daun dilakukan dengan metode inokulasi cakram daun di laboratorium serta metode skoring di lapangan. Pengujian mutu seduhan dilakukan dengan cara melakukan pengolahan secara standar, kemudian mengirimkan contoh ke Laboratorium Uji Mutu milik Nestle S.A., Switzerland untuk diuji oleh panelis luar negeri.
Setelah dilakukan pengujian adaptabilitas  dan stabilitas daya hasil di beberapa kondisi lingkungan berbeda, ternyata hanya BP 426 A (varietas Andungsari 1) yang menunjukkan produktivitas dan ketahanan terhadap karat daun lebih baik daripada nomor seleksi lain yang diuji.
Prospek Pengembangan
Pengembangan kopi arabika di Indonesia diharapkan dapat mencapai 30 % dari total ekspor nasional, atau ekivalen dengan sekitar 150.000 ton per tahun. Pada saat ini ekspor kopi arabika dari Indonesia baru mencapai sekitar 30.000 ton per tahun, sehingga defisit terhadap target nasional sekitar 120.000 ton per tahun. Dengan asumsi peroduktivitas kopi arabika sekitar 750 kg/ha, maka peluang perluasan kopi arabika di Indonesia mencapai 180.000 ha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar