Selasa, 15 November 2011

Perkebunan Kopi Terancam Alih Fungsi Menjadi Perkebunan Karet

  • PDF

-Lebih menjanjikan-
MUARAENIM, BeritAnda - Keberadaan areal perkebunan kopi di Kabupaten Muaraenim perlahan-lahan mulai terancam. Pasalnya, saat ini banyak petani yang lebih memilih tanaman karet karena di nilai lebih menjanjikan.

Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Muaraenim Ir. Maryana melalui staf Pengelolaan Data Statistik Perkebunan, Rizal Arika Jakfar mengatakan, untuk Kabupaten Muaraenim kawasan utama peruntukan kebun kopi berada di tiga kecamatan. Masing-masing, Semende Darat Laut (SDL), Semende Darat Tengah (SDT) dan Semende Darat Ulu (SDU).
“Namun demikian, daerah lain seperti Kecamatan Tanjung Agung juga banyak menghasilkan produksinya untuk komoditas ini,” ujar Rizal di ruang kerjanya, Senin (24/10/2011).
Rizal mengungkapkan, hingga semester II tahun 2010 tercatat luas areal kebun kopi di kecamatan SDL mencapai 10.359 hektar. Terdiri dari 1.347 tanaman belum menghasilkan (TBM), 8.541 tanaman menghasilkan TM dan 498 tanaman rusak (TR)/tanaman tidak menghasilkan (TTM).
Dimana dari jumlah ini total produktivitas sebanyak 11.068 ton dan jumlah petani 5327 orang. Untuk Kecamatan SDT luas areal 2.543 hektar. Terdiri dari 331 TBM, 2090 TM dan 122 TR/TTM. Dalam hal ini jumlah produksi sebanyak 2.717 dari 1932 petani.
Dan, untuk SDU luas kebun sekitar 2.589 hektar dengan 337 TBM, 2.140 TM dan 112 TR/TTM. Untuk tingkat produktivitas sebanyak 2.780 dengan 1436 petani. Sedangkan untuk total produksi kopi di Kabupaten Muaraenim secara keseluruhan mencapai 25.125 dengan jumlah petani sebanyak 15.229 orang.
“Secara estiminasi setiap 1 hektar kebun kopi ini, mampu menghasilkan sekitar 1.3 ton beras kopi (biji kopi),” terang Rizal.
Namun, kata Rizal, keberadaan kebun kopi, khususnya di wilayah peruntukan ini secara perlahan mulai terancam. Sebab, setiap tahun areal perkebunan karet milik rakyat terus bertambah.
Terlihat, pada 2009 luas kebun karet di wilayah SDL 469 hektar meningkat signifikan menjadi 864 hektar. Dimana jumlah produksi naik menjadi 1.581 ton dari sebelumnya yang hanya 864 ton. Begitupula di wilayah lain seperti Tanjung Agung luas kebun karet meningkat dari 10.475 hektar menjadi 10.675 hektar. “Selain itu, para petani juga melakukan diversifikasi (penganekaragaaman) kebun kopi dengan tanaman kakau (coklat),” papar Rizal
Rizal mengungkapkan, berkurangnya jumlah perkebunan kopi secara praktis turut membuat produktivitas berkurang. Padahal, kopi merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Muaraenim. Namun demikian, pemerintah daerah tidak bisa menghalangi pilihan petani terhadap komoditas yang akan di kembangkannya.
“Saat ini, animo masyarakat terhadap tanaman karet memang cukup tinggi. Kemudahan dalam menjual dan harga yang cukup stabil disinyalir menjadi alasan utama dalam mempengaruhi minat petani terhadap tanaman karet,” ucap dia.
Kepala Sub Bagian (Kasubag) Perencanaan Perkebunan, Herman menambahkan untuk meningkatkan minat petani terhadap kopi, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Misalnya dengan memberikan bantuan sarana seperti mesin giling kopi, gudang penyimpanan ataupun bibit.
“Pada tahun ini, kita telah memberikan bantuan satu unit mesin giling kopi dan gudang bagi petani kopi di SDL. Direncanakan pada tahun depan kita akan memberikan bantuan bibit,” ungkap Herman.
Terpisah salah satu petani karet di Muaraenim Andi (37), menuturkan bahwa dirinya lebih memilih tanaman karet karena harga jualnya yang lebih tinggi.  Tak hanya itu, dari segi produktivitas, tanaman karet juga di nilai lebih unggul karena dapat di sadap setiap hari.
“Saya menyadap karet setiap hari. Hasil getahnya saya kumpulkan di pinggir jalan.  Biasanya, pembeli yang akan datang langsung ke tempat saya pakai truk,” ucap dia. (Mesak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar